Sabtu, 23 Oktober 2010

KISAH ORANG INDONESIA LOLOS DARI KAMP KONSENTRASI NAZI

Di DALAM tubuh Parlindungan Lubis, tidak
...setetes pun mengalir darah Yahudi. Dia Batak tulen dari Mandailing.
Namun kenyataannya, dia harus mendekam selama lima tahun di kamp
konsentrasi NAZI , dan masih beruntung bisa keluar dari tempat
penyiksaan dan pembantaian yang sadis tiada tandingannya itu.
Lubis mengisahkan pengalamannya yang luar
biasa itu dalam sebuah otobiografi. Sudah agak lama beredar; namun buku
tersebut masih tetap aktual sampai sekarang. Pasalnya, dialah
satu-satunya orang Indonesia yang mengalami langsung hari-hari mencekam
di kamp konsentrasi Nazi.
Tempat pembantaian yang mengerikan itu
sengaja dibangun untuk mewujudkan impian gila Hitler, yaitu memusnahkan
etnis Yahudi, kaum gay, orang-orang cacat, gipsi dan Saksi Jehovah.
Berikut ini Anda bisa menyimak
mosaik-mosaik pengalaman Pandapotan Lubis yang sungguh dramatis itu,
melalui resensi buku tersebut yang ditulis oleh Koencoro :
============================================
Otobiografi Parlindoengan Loebis.
LUBIS berangkat ke Negeri Belanda untuk belajar Kedokteran, setelah
lulus Kandidat I di Betawi (begitu dia menuliskannya). Semasa di Betawi,
ia sempat aktif di Jong Islamieten Bond dan Jong Batak, yang kemudian
bersama perhimpunan mahasiswa lain (selain Jong Java) bersatu membentuk
PPPI dan Indonesia Moeda.
Di Leiden, tak lama ia direkrut Perhimpoenan Indonesia. Sepeninggal
Hatta cs, PI bersifat kekirian, dengan garis Stalinis yang jelas. Sempat
Lubis menjadi ketua, selama 3 tahun, dan membawa PI ke arah yang tak
begitu kiri. Kerjasama dengan Partai Komunis Belanda dihentikan, lalu
bekerjasama dengan Partai Sosialis (SDAP).
Kemudian PD II pecah. Mei 1940, saat Jerman bergerak ke barat,
Belanda menyerah nyaris tanpa perlawanan. Dan bahkan kemudian kehidupan
masih tampak normal dalam pendudukan Jerman. Sebelum serangan Jerman
pun, partai NSB yang pro Jerman pernah memperoleh suara cukup besar
(separuh suara) dari rakyat Belanda.
Selama pendudukan Jerman ini, Lubis sempat menyelesaikan kuliah di
Leiden, lalu menikah di Haarlem, menjajagi bekerja di Utrecht, dan
akhirnya membuka praktek di Amsterdam. Tapi kemudian, 26 Juni 1941, dua
orang reserse Belanda menjemputnya. Loebis dipenjarakan, dan kemudian
dipindahkan ke Kamp Konsentrasi. (Baru pada tahun 1945, Loebis
mengetahui alasan penahanannya: Ternyata Jerman sedang membuka front
baru melawan Sovyet, dan para aktivis gerakan pro komunis ditakutkan
menjadi partisan di belakang front).
Kamp Konsentrasi yang pertama dihuni adalah Kamp Schoorl. Di sini,
tawanan belum disuruh bekerja, tetapi hanya disuruh apel dan berolah
raga. Kemudian seluruh isi kamp ini digabungkan ke Kamp Amersfoort. Di
sini, tawanan memperoleh perkerjaan konstruksi, termasuk memasang kawat
berduri. Juga mulai sering disiksa secara kejam, baik oleh orang Jerman,
maupun terutama oleh orang NSB.
Lubis kemudian dipindahkan ke Kamp Buchenwald di Jerman. Di sini
Lubis mulai kehilangan harapan untuk dibebaskan, kecuali perang berakhir
dengan kekalahan Jerman. Ia memutuskan untuk hidup secara efisien dan
tanpa hati, untuk bertahan hidup selama mungkin. Di Buchenwald, mereka
membuka hutan di pegunungan berkabut, memecah batu, membuat barak,
saluran air, listrik, bengkel, dll, selama 7 hari seminggu, 14 jam
sehari. Tawanan sering dipukuli, bahkan hingga mati. Tawanan yang
mengobrol ditembak.
Namun kemudian Lubis dipindahkan lagi, pada Oktober 1942, ke
Sachsenhausen, ke instalasi pabrik pesawat perang Heinkel. Di sini
situasi lebih baik. Kamp lebih difokuskan pada pekerjaan teknis, biarpun
kekejaman masih berlangsung, dan menyita nyawa manusia segala bangsa di
sana. Kali ini, dia ditugaskan sebagai dokter kamp, sehingga tugasnya
lebih ringan. Lubis jarang mengulas tentang Yahudi. Ia beralasan bahwa
barangkali para Yahudi dipisahkan, dan ditempatkan di kamp tersendiri.
Atau barangkali … entahlah.
Saat akhirnya pasukan sekutu berhasil masuk ke Jerman, Kamp kacau.
Para tawanan dan penjaga membentuk barisan tak teratur yang terus
bergerak ke barat. Tawanan yang keluar barisan langsung ditembak di
belakang kepala. Tapi banyak juga penjaga yang juga lari memisahkan
diri. Mereka akhirnya berhenti di kampung Grabouw. Sempat barisan dari
kamp lain bergabung. Dan akhirnya tentara Russia masuk juga ke kampung
itu. Mereka resmi lepas dari tawanan. Tapi perlu waktu untuk memulihkan
diri, dan mencari cara untuk lepas dari kawasan Russia, menyeberangi
sungai Elbe, masuk ke kawasan Sekutu Barat, dan akhirnya kembali ke
Belanda dengan kereta ke Maastricht, lalu naik mobil ke keluarganya di
Amsterdam.
Namun, nun di timur, kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, dan pada
akhir 1945, berita itu mulai terdengar masyarakat Indonesia di Belanda.
Lubis dkk langsung menyatakan diri bagian dari Republik Indonesia yang
merdeka, dan kekikukan kemudian terjadi lagi. Sempat ada Kongres Pemuda
Demokrat Sedunia di Cekoslovakia, dan Loebis ingin menghadiri kongres
ini, atas nama Indonesia. Tentu Belanda tak memberikan pass, tetapi atas
bantuan Inggris, dia bisa berangkat. Sambutan untuk Indonesia amat
meriah, membuat berang para pemuda Belanda. Lubis kembali ke Belanda
menumpang tim Belgia. Pemerintah Belanda akhirnya memperbolehkan orang
Indonesia kembali ke negerinya.
Namun dengan status sebagai NICA. Banyak yang mengira bahwa ini
adalah support yang baik, karena tidak menyadari bahwa NICA justru
memusuhi Pemerintah Indonesia Merdeka. Lubis sempat menyadari, dan
memberi peringatan kepada lainnya. Namun saat ia bertolak pulang, ia
diberi juga pangkat Mayor NICA, yang tentu ia tolak. Ia mengambil status
sebagai dokter kapal, dan dalam status itu sempat menyelundupkan Dr
Setia Boedi (Douwes Dekker) kembali ke Indonesia.
Di Indonesia, Lubis meneruskan karir sebagai dokter, dan menolak
berpolitik. Bekerja sebagai dokter di PT Timah, Belitung. Zaman kaum
komunis Indonesia bangkit, Lubis difitnah dan dipensiunkan dini, karena
dianggap tak mau mendukung kaum komunis. Tapi ia tetap tinggal di
Belitung. Saat istrinya meninggal, baru ia pindah ke Jakarta. Lubis
meninggal di ujung tahun 1994, nyaris tanpa perhatian dari bangsa kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar